27 June 2013

Ransum gandum dan keluguan

Dulu, guru mengaji kami di TPA mengajarkan bahwa pemimpin haruslah peduli kepada rakyatnya.

"Umar bin Khatab mengantarkan ransum gandum langsung ke rakyatnya! Itulah pemimpin yang amanah."

Alkisah, kawan kami ini, luar biasa lugunya dalam mencerna ucapan sang guru. Kebetulan dia ketua kelas. Maka keesokan harinya, sang guru datang membawa oleh-oleh makanan untuk majelis guru. Kawan kami ini menyelinap ke ruang guru dan mengambil sekantung makanan. Dibawanya ke hadapan kami.

"Mari kita bagi-bagi untuk rakyat."

Kami ingatkan dia bahwa waktu Isya sudah dekat, dan siapapun yang tak hadir di shaf anak-anak saat shalat berjamaah akan "dipanggang di api neraka, rambut dililit dan otaknya direbus."

Namun, sang kawan ini tak takut akan segala ancaman yang kami kutip dari koleksi buku Neraka Jahannam koleksi Pak Kepala Sekolah di lemari reyotnya di kantor. Seakan amal baiknya telah cukup dan ia mampu mengalahkan segala macam siksaan.

Maka kami pun mengalah. Sang kawan ini menyelinap keluar dari masjid dan kabur secepat kilat. Saat sesi mengaji, ia muncul kembali, dengan wajah manis menatap sang guru. Guru kami pun tak curiga, sampai keesokan harinya.

Saat kami tiba untuk mengaji keesokan harinya, kami lihat si ketua kelas ini sedang menunduk dimarahi guru kami. Seperti lazimnya jika guru kami sedang marah, kami sembunyi di belakang tangki air masjid.

Singkat cerita, kawan kami ini diseret cuping hidungnya oleh sang guru macam ekstremis dibedil kumpeni ke kantor guru. Kami jarang melihatnya hadir di masjid sejak itu.

No comments:

Post a Comment