Hari ini saya iseng-iseng ikut lomba blog memperingati ulang tahun suatu pusat perbelanjaan di kota ini, bersama kawan satu ini. Hasilnya terlalu bagus untuk dibilang buruk, tetapi juga terlalu buruk untuk dibilang bagus.
Nah, logika macam apa ini, saya pun kurang tahu. Terserah panitia sajalah. Toh saya ikut bukan untuk jadi juara, melainkan semata untuk mengais pengalaman dan mengejar selembar sertifikat keikutsertaan yang “sakti” itu, hehehe.
Alkisah, pada tentatif acara yang telah dibuatkan jauh-jauh hari oleh panitia, disebutkan bahwa lomba akan dimulai pukul sepuluh teng. Para peserta diharapkan datang sejam lebih awal. Atas azas “waktu adalah uang” dan “tepatilah janjimu” yang terdoktrin di jiwa-jiwa murid Al-Fityah (ceileh), jadilah saya tersuruk-suruk minta izin ke guru bimbel untuk tidak masuk kelas hari ini. Bagian ini lolos, dan sang guru pun mengizinkan.
Nah, sanak, pusat perbelanjaan tempat digelarnya lomba ini terletak sekitar seribu lemparan batu dari daerah tempat tinggal saya. Nasib orang pinggiran. Ketika kami tiba di pusat perbelanjaan tersebut sekitar pukul sembilan – setelah menerobos keramaian kota di pagi Sabtu yang berasap –, ironi pertama menyambut kami.
Tempat lomba masih kosong melompong. Hanya ada para pekerja pembersih yang sibuk merapikan sana-sini, mempersiapkan restoran-restoran yang akan buka jam sepuluh nanti. Sebenarnya saya tidak terlalu terkejut. Bukankah hal ini biasa di negeri yang maskapai penerbangannya bisa menelantarkan penumpang tanpa sebab yang jelas selama delapan jam?
Jadilah kami terpaksa menunggu sekitar satu setengah jam. Untung saja mesin WiFi di tempat perlombaan sudah dihidupkan, dan koneksi Internet nirkabel di sana cukup kencang dan maknyus. Baru sekitar pukul 10.30, para panitia terlihat berdatangan dan sibuk berkejaran dengan sang waktu. Menyiapkan panggung, meja, karpet, serta stand-stand promosi. Kebetulan sponsor utama lomba blog ini adalah salah satu perusahaan penyedia jasa telekomunikasi terkemuka yang bahkan orang-orang di pelosok saja mungkin tahu namanya. Perusahaan penyedia jasa telekomunikasi itu bekerja sama dengan pusat perbelanjaan ini untuk merayakan ulang tahun mereka yang jatuh berbarengan. Salah satu program mereka adalah menggelar lomba blog.
Ironi kedua adalah kecepatan Internet di tempat lomba yang berubah melambat saat peserta mulai berdatangan. Konon panitia mengklaim bahwa mereka sudah menyediakan bandwith untuk Internet nirkabel hingga 50 MB. Tapi tetap saja lelet saat para peserta satu persatu mengakses Internet lewat komputer jinjing dan peranti-peranti telekomunikasi mereka. Panitia pun sibuk mengatur sana-sini untuk memastikan ketersediaan layanan Internet nirkabel untuk sekitar seratusan peserta.
Lho kenapa tidak pakai kabel LAN saja? Cukup stabil, toh? Rupanya, sanak, penyedia jasa layanan komunikasi ini juga merangkap sebagai penyedia jaringan Internet nirkabel yang cukup punya nama di negeri ini. Mana mungkin mereka mau pakai kabel LAN purba zaman baheula itu sementara mereka kampanye besar-besaran untuk jasa Internet nirkabel.
Akhirnya lomba baru dimulai sangat telat, pukul setengah satu siang. Lomba dimulai pas ketika azan Zuhur berkumandang dan jam makan siang. Para peserta sesi pertama (dibagi menjadi sesi pertama dan sesi kedua, mungkin juga ada sesi ketiga. Jumlah peserta membludak, jadi panitia harus membagi per sesi supanya nanti bandwith-nya ndak meledak) tampak gelisah dan memasang wajah memelas.
Ironisnya, segelintir saja yang saya lihat pergi shalat Zuhur di mushalla, yang letaknya tak jauh dari lokasi lomba.
Padahal, – selain anak-anak dari sekolah-sekolah Kristen – muka-muka peserta lomba itu rata-rata Muslim. Banyak juga yang berjilbab. Tapi sampai para peserta sesi pertama selesai sekitar jam setengah tiga, mushalla tampak sepi-sepi saja. Ya sudah, kalau begitu saya berhusnudzan saja seperti yang diajarkan Nabi. Mungkin mereka sedang tidak shalat bagi yang perempuan. Atau para laki-lakinya mungkin merasa lomba blog itu sebagai kesulitan sehingga boleh menjamak shalat. Atau mereka musafir yang jauh datang dari Merauke. Wallahu’alam.
Koneksi Internet nirkabel nan gencar dipromosikan perusahaan penyedia jasa telekomunikasi yang mensponsori lomba ini malah semakin menurun setelah lomba dimulai. Aktivitas kami mengobrak-abrik blog yang baru dibuat itu berkali-kali terhambat dengan koneksi yang hidup-segan-mati-enggan. Tiap lima menit mati. Sambung lagi, harus masuk log menggunakan nama pengguna dan kata laluan yang sapanjang tali baruak. Untunglah tak berlangsung lama, dan satu jam terakhir lomba, Internet nirkabel lancar jaya di tempat lomba itu.
Memasuki detik-detik terakhir lomba, saya iseng-iseng tanya ke salah satu petugas yang ditugaskan untuk membantu para peserta seandainya ada masalah pada koneksi Internet nirkabel. Petugas bertampang kaku itu terkejut sedikit ketika saya lemparkan pertanyaan dengan gaya jurnalistik yang interogatif.
“Mas, kenapa gak pakai kabel LAN aja?”
“Ehm, tahun lalu kami pakai kabel LAN, kata peserta kurang cepat dan lambat.”
Akhirnya setelah melihat wajah petugas yang berubah kurang senang saat ditanya perihal LAN itu, saya langsung ngacir ke meja panitia buat menyerahkan kartu tanda peserta dan menukarkannya dengan sertifikat. Lumayanlah, buat tambah-tambah CV.
Sementara kami bergegas meninggalkan pusat perbelanjaan itu, para peserta (yang jumlah saya kira ratusan) memulai sesi kedua. Bahkan mungkin juga sesi ketiga. Mungkin ketika saya sudah duduk nyaman di rumah, menonton Detective Conan di depan layar komputer jinjing dan menyeruput minuman seperti saat ini, para peserta itu masih berkutat dengan kode-kode HTML dan desain blog. Mungkin saja.
Terlepas dari koneksi Internet nirkabelnya yang pada masa-masa tertentu lebih lambat dari waktu yang diperlukan kepala suku negeri kita untuk mengambil suatu kepentingan strategis negara, secara umum lomba ini cukup menarik. Hadiahnya juga tak tanggung-tanggung, yaitu berupa lembaran uang kertas warna-warni bertandatangan para pejabat negara. Wuah, luar biasa sekali.
Nah, jika pertanyaannya apakah saya mau ikut lagi jika ada lomba sejenis ini di masa depan, saya dengan tegas menjawab: tidak. Saya memutuskan untuk tidak percaya lagi kepada pamflet-pamflet dan brosur-brosur bertuliskan “acara dimulai jam 10.00 WIB”, karena rakyat negeri ini masih belum terbiasa menghargai waktu.
Toh di negeri kita ini, sudah awam suatu maskapai menelantarkan penumpangnya hingga delapan jam di bandara...
No comments:
Post a Comment