06 October 2013

Cerita tentang Palestina

Dulu saya sering bertanya-tanya: Palestina itu Indonesia sebelah mana?

Salah satu sebabnya adalah karena saya sering menonton program Dunia Dalam Berita TVRI yang sering disetel di rumah kakek di Padang dulu. Penyiarnya kerap menyebut-nyebut soal Palestina dengan gaya yang simpatik.

Sampai suatu hari TVRI menyiarkan gambar seorang tua yang berbadan agak bungkuk, berkeffiyeh hitam dan berbalut jaket lusuh. Ia dikelilingi para pengikutnya, semuanya berjenggot hitam, mengangguk-angguk takzim mendengar pria tua berkeffiyeh itu bicara. Karismatik sekali, pikir saya. Mengalahkan Pak Kapolda Sumbar yang berkumis, yang pernah saya lihat di kantor kakek.

Pria berkeffiyeh itu tampak takzim dan sorot matanya mengendalikan. Di podium tempat ia bicara tertulis "World Economic Forum, Davos, Switzerland". Di papan nama kecil tertulis: "Mr. Arafat."

Itulah perkenalan saya dengan Yasser Arafat dan perjuangan Palestina. Lalu TVRI menyiarkan gambar para pejuang berjenggot jatuh-bangun di padang pasir berdebu, memanggul senapan mesin. Bunyi roket bersahut-sahutan. Di kemudian hari baru saya tahu bahwa itu adalah rekaman para mujahiddin Palestina yang sedang bertempur melawan tentara perbatasan Israel.

"Perkenalan" kedua saya dengan Palestina terjadi saat saat saya di negeri orang beberapa tahun lalu.

Guru agama saya, seorang ustadz muda dari sebuah daerah bernama unik di dekat ibu kota negara itu, kerap kali menyebut-nyebut soal Palestina. Pribadinya yang eksentrik, meledak-ledak dan menyentuh bila berceramah, kerap membawakan tema perjuangan Islam di kelasnya. Ia bercerita tentang Palestina, mulai dari Syeikh Ahmad Yassin, Ismail Haniyeh, PLO, Arafat, Hamas, Jihad Islam, Balfour, hingga Yerusalem yang mistis. Kerap kali ia setelkan video-video perjuangan dan nasyid-nasyid perang. Semacam indoktrinasi jihad yang lunak.

Kebetulan pula saat itu pecah Perang Gaza 2008 dan penyerangan Israel atas misi kemanusiaan Mavi Marmara. Wah, heroik sekali keadaan di sekolah saat itu. Semua orang tampak anti-Semit. Di Indonesia saya dengar orang-orang sudah mulai membakar bendera Israel. Luar biasa panasnya waktu itu. Rasanya kalau ada pesawat gratis ke Palestina, semua orang berebut ikut untuk mengganyang Zionis jahanam itu. Epik sekali.

Pandangan saya kepada Palestina perlahan-lahan berubah setelah mengenal Edward Said. Said, putra saudagar Kristen di Yerusalem dan mengungsi ke Amerika Serikat, lalu menjadi profesor sastra Inggris, terkenal sebagai salah satu aktivis kemerdekaan Palestina yang paling vokal. Bersama Noam Chomsky yang Yahudi, ia sering mengeluarkan komentar-komentar pedas yang kerap bikin merah telinga rezim Tel Aviv.

Said, dan banyak penulis lain yang kerap mengangkat Palestina sebagai objek tulisan mereka, selalu bertutur mengenai Palestina merdeka. Ia mengangkat kisah kamp pengungsi Sabra dan Shatilla, kelahiran Hamas, serta betapa biadabnya serdadu-serdadu Israel. Ia mengeluhkan betapa lemahnya negara-negara Arab yang seolah enggan membantu Palestina dan berlepas tangan, menceburkan diri dalam kolam uang hasil tambang minyak yang melimpah ruah.

Dari Said, saya mendap pemahaman bahwa konflik di Palestina tak sesederhana yang saya kira dahulu. Palestina adalah tanah yang telah diperebutkan puluhan bangsa sejak dahulu kala. Ia tak sesederhana Islam vs Yahudi saja. Ada orang Kristen, Druze, Katolik, Ortodoks dan berbagai macam penganut agama lain di Palestina. Ada orang Kristen yang menentang Israel seperti Said, orang Yahudi yang menentang Israel seperti Chomsky, dan tak kurang pula sebaliknya. Palestina adalah sebuah ironi yang kompleks. Yerusalem, kota suci yang telah ternoda oleh darah selama ribuan tahun, adalah tempat tinggal bagi orang Islam, Yahudi dan Kristen. Menyatukan Palestina tak semudah yang dipikirkan semua orang, karena Palestina adalah rumah bagi segala bangsa. Ummul bilad, ibu dari segala negeri.

Karena itu, bila saya mendengar ada ormas atau individu Indonesia yang berapi-api ingin jihad ke Palestina, saya hanya bisa tersenyum saja. Apalagi jika sampai menjelek-jelekkan Israel dengan kata-kata makian kasar yang tak patut dilontarkan seorang Muslim. Saya hanya bisa tersenyum.

Palestina tidaklah sesederhana yang kita kira, dan hanya orang-orang yang benar-benar mencintainya yang dapat membelanya. Seperti kata guru saya dulu, "Palestina adalah tanah yang dijanjikan, dan Allah hanya menjanjikan mati syahid bagi orang-orang yang benar-benar beriman kepadaNya."

Yasser Arafat, Syaikh Ahmad Yassin, Edward Said, Abdul Aziz Rantissi, dan sebagainya mungkin telah mati, tetapi pemikiran mereka yang menginginkan Palestina merdeka tetap bergaung. Hingga kini.

No comments:

Post a Comment