Lebaran adalah hal yang sakral. Di Indonesia, Lebaran dimaknai sebagai hari raya Idul Fitri. Jika ditambahkan embel-embel 'haji' di belakangnya, jadilah ia bermakna hari raya Idul Adha.
Idul Fitri adalah sesuatu yang sakral. Kesakralan hari ini, hari pertama Syawal, adalah sesuatu yang tak terbantahkan, dirayakan oleh segala macam lapisan masyarakat.
Idul Fitri adalah sebuah perayaan. Perayaan keimanan, puncak dari puasa Ramadan sebulan penuh, hari kemenangan yang penuh warna. Idul Fitri adalah yaumul fath, hari kemenangan.
Saya bukanlah seseorang yang berilmu agama tinggi, apalagi bisa mengeluarkan ijtihad berupa-rupa. Maka karena kejahilan saya inilah, saya berusaha memaknai Idul Fitri secara sederhana.
Idul Fitri adalah feast. Berupa-rupa makanan terhidang, yang tak pernah kita lihat sebelumnya. Lontong, opor, ketupat, rendang, gulai, dan berupa-rupa penganan yang jika saya sebutkan satu persatu akan mengubah tulisan ini menjadi daftar menu restoran.
Lebaran juga menjadi sesuatu yang membuat senewen beberapa orang. Indonesia pasca-Soeharto paling riweuh soal penentuan kapan Lebaran. Kadang, ormas-ormas bertikai, beradu argumen yang pintar-pintar, berbuih-buih istilah Arab keluar dari mulut mereka. Semua itu digelar di hadapan hidung bapak menteri agama yang terhormat. Sidang itsbat lebih populer ketimbang sidang vonis koruptor atau eksekusi cambuk.
Ada dua jenis anak Adam yang berbeda cara dalam memaknai Idul Fitri.
Idul Fitri dimaknai damai oleh orang-orang yang berpikir terbuka. Mereka ini kaum yang lapang ati lapang ikua, yang berdebat dengan elegan dan menerima perbedaan tanpa mencacimaki. Merekalah kaum yang patuh atas palu yang diketuk bapak menteri agama saat sidang itsbat. Mereka adalah kaum yang telah sampai kepada kematangan spiritual. Panduan hidup mereka adalah Quran dan Hadits. Terberkatilah orang-orang seperti ini.
Adapun golongan kedua adalah golongan yang memaknai Idul Fitri sebagai sesuatu yang harus diseragamkan. Kaum ini gemar berdebat dan mengeluarkan dalil-dalil pintar yang menyihir audiensnya. Mereka kaum yang merasa bahwa mereka harus memanfaatkan sebaik-baiknya lisan karunia Tuhan. Mereka menjajakan pemikiran mereka dengan vokal dan keras. Tak sedikit dari mereka yang berbeda pendapat dengan pemerintah, lalu berlebaran sehari atau dua hari lebih cepat ketimbang putusan yang diketuk bapak menteri agama yang terhormat. Terberkati jugalah orang-orang ini.
Selamat hari raya Idul Fitri 1434 Hijriyyah kepada semua pembaca blog ini. Bagi yang mudik, mudiklah. Pulang ke haribaan kampung halaman. Tsaaaah.
Saya sendiri baru mudik ke Padang pada hari raya kedua. Huhuhu.
No comments:
Post a Comment