07 September 2015

"Tulis aja dulu!"

Saya pertama kali mendengar soal Pandji Pragiwaksono sekitar tahun 2009, ketika masih di Malaysia.

Entah bagaimana, saya mendapatkan e-book "Nasional.is.me" yang dia karang (waktu itu masih e-book, sekarang mah udah ada versi cetaknya).

Setelah selintas membaca, saya pikir: "wah keren juga ini orang". Tulisan-tulisannya singkat, padat, tapi bernas. Bang Pandji bicara soal sosial, politik, keindonesiaan, sampai basket dan sepak bola.

Setelah itu saya ikutin terus karya-karya selanjutnya. Mulai dari baca-baca tulisannya di blog, mengunduh album rap dia (Lagu Melayu di album Merdesa sampai sekarang masih masuk playlist kalau bepergian, abis keren sih) dan nonton stand-up comedy. 

Bang Pandji bicara soal keadaan yang terjadi di sekitar dia dan kita semua. Tidak melulu sosial dan politik saja, saya lebih suka menggunakan terma 'kemanusiaan'. Tulisan-tulisannya, lagu-lagunya, serta bit-bit stand-up-nya semua berkisah soal ini.

Dia bicara soal anggota-anggota DPR yang suka tidur waktu sidang (DPR di Merdesa), hidup yang selo (Hidup Itu Main dan Main Itu Hidup di Merdesa), perjalanan keliling Indonesia (buku Nasional.is.me), sampai menyitir pledoi Bung Hatta (Indonesia Free di 32). Banyak lagi karya lain, yang tentunya tak dapat saya sebutkan satu-satu di sini (macem pidato panitia kurban aja kau...)

Jadilah reaksi pertama saya ketika dikabarkan bahwa Bang Pandji akan ngisi acara coaching clinic tentang digital writing di Pekanbaru adalah: "Mantep nih, gak boleh lewat". Nyatanya saya kelupaan dan baru dapat tiket di hari-H. Hahahaha.

Acaranya digelar di salah satu hotel besar di Pekanbaru. Ternyata ada pembicara lain: Raditya Dika dan RAN (itu lho, band yang nyanyi "kau di sini aku di sanaaaaa").

Saya baru dengar RAN baru-baru ini saja, tapi Raditya Dika jelas bukan penulis yang asing. Sebelum Bang Radit sibuk jadi sutradara-cum-pemeran, saya sudah duluan baca Kambingjantan, Cinta Brontosaurus, Manusia Setengah Salmon, sampai yang terbaru Koala Kumal (dimana saya berjam-jam mutar-mutar di Gramedia untuk nemanin Haqi minta tandatangan Bang Radit yang dikerubungi anak-anak SMP yang histeris). Serial Malam Minggu Miko sudah saya tonton habis di YouTube. Sayangnya, kali ini dia ngisi sesi digital video dan peserta gak bisa milih dua sesi sekaligus. Hiks.

Bang Pandji ngisi soal digital writing, bertempat di lobi (sementara yang lain di ruangan). Selama satu jam, dia memaparkan pengalaman dan berbagi tips soal tulis-menulis. Satu tips yang saya ingat benar (dan emang selalu dikoarkan oleh penulis lain) adalah: tulis aja dulu! Jangan khawatir jelek, karena tulisan pertama siapapun pasti akan jelek. Pokoknya, tulis aja dulu.

Masuk sesi pertanyaan. Setelah beberapa kali gagal, akhirnya saya dapat kesempatan. "Bang, kenapa suka nulis tentang sosial politik?"

Dia terdiam sejenak. "Kalau gue nulis tentang cinta-cintaan, wah gue bukan remaja lagi, hahaha..."

Seisi lobi tertawa ngakak. Kemudian Bang Pandji bilang kira-kira gini. "Gue nulis tentang sosial politik karena itu keresahan gue. Tentang Indonesia, karena itu keresahan gue."

Ya, keresehan. Tulisan-tulisannya soal Indonesia memang selalu bernada optimis (mirip @GNFI), namun Bang Pandji menulis seperti itu karean dia resah dengan kondisi sosial politik Indonesia saat ini.

Kemudian dia bilang: "Gue kasih tau nih ya, kalau ada penulis yang tulisannya itu-ituuuu mulu, cinta-cintaaaan mulu, itu hidupnya pasti bokis. Gak mungkin kan ya hidupnya itu cinta-cintaan, galau-galauan mulu, itu pasti bokis."

HAHAHAHAHAHAHA.

Akhirul kalam, akhirnya saya sempat berkodak dengan Bang Pandji selepas acara berakhir.


Oh, dengan Bang Radit juga ada hehehe


Anyway, it was full of fun. Terima kasih setinggi-tingginya untuk Loop Pekanbaru! :D

No comments:

Post a Comment