15 May 2013

Haflah takhrij dan Wiji Thukul

Seperti lazimnya sekolah-sekolah lain, Al-Fityah pun menggelar perpisahan untuk murid kelas 9 yang akan tamat pada akhir semester ini. Namun, di sini, tempat bahasa Arab dijunjung "karena merupakan bahasa surga", kami menyebutnya haflah takhrij.

Nah, seperti juga lazimnya para junior kelas 8 dan 7 di sekolah lain, kami diharuskan membuat semacam persembahan terakhir buat para senior. Bukan, saya tidak bermaksud mengenai persembahan kambing gemuk dan apel busuk a la Habil dan Qabil, yang menyebabkan terbunuhnya Habil.

Persembahan ini adalah sebuah persembahan kesenian, show of force, tempat menunjukkan kreativitas tertinggi dan seni nan adiluhung. Di situ kami dinilai lewat kaca mata seni. Dan tambahan lagi, adalah suplemen nilai mata pelajaran Seni Budaya jika persembahan kami dapat memuaskan sang guru seni.

Masalah drama cukup membuat kami senewen. Mengingatkan sejarah antara "ikhwan kelas 8 Al-Razi dan pentas kesenian" tidak terlalu mengesankan, kami berniat membuat sebuah persembahan kesenian yang lain dari yang lain, yang tak lazim, the unique one. Akhirnya, mengingat haflah takhrij ini digelar pada bulan Mei, kami (tepatnya saya) memilih satu tema: reformasi.

Nah, saat sedang merancang naskah, mata saya tertumbuk pada satu puisi dari Wiji Thukul. Wiji, yang telah belasan tahun diciduk tentara dan tak pernah kembali, yang puisi-puisinya menggoyahkan rezim Cendana sampai mangkrak, sampai sekarang masih menjadi penyair favorit saya. Tempo menurunkan edisi khusus mengenai pria cadel itu, dan saya menemukan puisinya yang paling terkenal, berjudul Peringatan. 

jika rakyat pergi
ketika penguasa pidato
kita harus hati-hati
barangkali mereka putus asa
kalau rakyat bersembunyi
dan berbisik-bisik
ketika membicarakan
masalahnya sendiri
penguasa harus waspada
dan belajar mendengar
bila rakyat sudah berani mengeluh
itu artinya sudah gawat
dan bila omongan penguasa
tidak boleh dibantah
kebenaran pasti terancam
apabila usul ditolak 
tanpa ditimbang
suara dibungkam 
kritik dilarang
tanpa alasan
dituduh subversif dan
mengganggu keamanan
maka hanya adu satu kata:
lawan!

No comments:

Post a Comment