Dengan semangat cinta damai dan menjunjung tinggi kesetiakawanan sosial, spanduk-spanduk bernuansa pasifis mudah ditemui di jalan-jalan Indonesia dengan tulisan semodel “Damai itu indah”. Setuju.
Ada lagi yang bertuliskan “Kekerasan tidak menyelesaikan masalah”. Setuju.
“Kekerasan bukanlah jalan keluar”. Sangat setuju.
“Kekerasan bukanlah budaya Indonesia”. Tunggu dulu.
Saya baru saja mengalami hal ini. Saya berjalan kaki ke masjid, mengejar shalat Ashar berjamaah, melewati sebuah rumah warung sederhana. Seorang ibu, sedang menyuapi (lebih tepatnya, memaksa) anaknya, yang masih balita, sangat balita, makan. Si anak tak mau. Dia berkeliaran sambil menangis di halaman rumah yang gersang itu. Si anak menangis.
Sang ibu tampaknya tak senang dengan sikap anaknya yang terus merengek ini. Dia terus memaksa anaknya makan. Sampai pada suatu ketika, si anak merengek, "Ibu jeleeek.... huhuhuuuu...." dengan gaya khas balita.
Ibu itu naik pitam. Diambilnya botol Aqua di halaman itu, dipukulinya anaknya. Sambil memaki dalam bahasa Minang pasar nan kasar, "Sia nan ang kecek jelek ha! Amak!? Makan!!"
Suka atau tidak, kekerasan tidak pernah jauh dari kita. Merubah budaya sebuah bangsa bukan perkara mudah, tapi tidak mengingkari keberadaannya mungkin bisa menjadi sebuah awal yang baik.
No comments:
Post a Comment