22 May 2016

Bangkit, Assaniyah!


Suara-suara penuh semangat memenuhi ruang ganti itu. Tampak sebelas remaja lelaki, dengan baju seragam kuning dan coklat -- seragam khas sekolah mereka -- dengan sepatu sekolah yang berbunyi berdecit-decit di lantai keramik putih Gelanggang Olahraga Remaja Pekanbaru. Ini ruang ganti. Beberapa ofisial berjas hitam tampak gelisah menunggu di luar.

Ruang ganti ini terletak di sisi timur belakang Gelanggang. Ukurannya sedang, tanpa perlengkapan luar biasa seperti yang dimiliki tim profesional. Loker-loker kusam berdiri di sudut ruangan, sebagian besar rusak tak dapat dikunci. Selebihnya, hanyalah ruangan kosong biasa. Nun di sisi barat, di ruang ganti yang lain, lawan mereka hari itu sedang bersiap-siap.

Para remaja ini juga sedang bersiap-siap. Seragam sekolah telah berganti dengan kostum basket lengkap berwarna abu-abu dan pink. Sepatu-sepatu basket disarungkan, pelindung kaki dikencangkan. Salah satu pemain senior, Romi Aulia Azka, tampak memakai kaca mata pelindung.

Setelah bersalin pakaian, mereka keluar menuju koridor lapang di depan ruang. Bergantian mereka melakukan pemanasan. Lari-lari kecil. Peregangan kaki. Peregangan tangan. Ada sepuluh menit pemanasan itu berlangsung, dengan selingan tawa, senyum, dan ketegangan yang bercampur-campur.

Pemanasan selesai. Tim berkumpul mengerubungi pelatih mereka, seorang pemuda berkemeja hitam rapi bernama Ahsanuz Zikri. Sang pelatih, dibantu asistennya yang memegang papan putih bercorat-coret miniatur lapangan basket dan posisi pemain, dengan serius menjelaskan taktik dan strategi mereka hari ini. Tentu ini hanya semacam sentuhan akhir saja; taktik telah lama dipersiapkan, strategi sudah lama dimatangkan. Mereka sudah berlatih empat kali seminggu, jauh sebelum kompetisi ini dimulai. Namun, para pemain tetap serius mendengarkan.

"Kalau kau dapat bola, langsung ke depan."

"Kau Big, kalau mau passing, tipu dulu sekali. Pura-pura passing, baru lakukan."

Zikri berbicara kepada salah satu pemainnya, Muhammad Irfan "Big". Pemain berposisi center ini dipanggil begitu karena posturnya memang lebih tinggi dan lebih besar dibanding rekan setimnya yang lain. Tak mengherankan pula kalau dia menggemari legenda basket Shaq O'Neal, yang tingginya juga menjulang lebih dari dua meter.

Sesi berpetuah selesai. Bang Iki -- panggilan akrab tim itu pada pelatih mereka -- meminta anak asuhnya membentuk lingkaran dan menyatukan tangan.

"Assaniyah, bangkit! Assaniyah, Allahu Akbar!"

Bila ada survei tentang kompetisi olahraga yang paling populer di kalangan siswa-siswi SMA di Indonesia, DBL pastilah yang paling cepat terlintas di benak. Bagaimana tidak? Kompetisi ini adalah yang paling bergengsi di kelasnya, mempertemukan ratusan SMA, SMK, dan MA setiap tahunnya.

Developmental Basketball League mulai bergulir sejak 2004, buah pikiran Azrul Ananda, putra taipan media Dahlan Iskan yang memiliki Jawa Pos Group. Azrul bukan seorang yang asing di kancah basket nasional. Ia berjasa besar dalam memassalkan dan mengembangkan olahraga itu di Indonesia, terutama dengan membentuk dan memprakarsai kompetisi di tingkat SMA, perguruan tinggi, dan profesional.

Tiap tahun, puluhan sekolah di sebuah provinsi berkompetisi untuk memperebutkan satu tiket emas: tampil di DBL Indonesia. Ini hadiah besar yang didambakan tiap pebasket, hampir seperti tiap pesepakbola memimpikan tampil di kasta tertinggi. Pemain yang beruntung terpilih masuk ke tim All-Star bahkan mendapatkan kesempatan untuk menimba ilmu di luar negeri. Tahun lepas, tim All-Star DBL berlaga di Friendship Games, pentas olahraga remaja tingkat dunia di Perth, Australia. Dan ada satu wakil Pekanbaru di sana: Danny Ray, dari SMA As-Shofa.

Prestise yang diusung DBL inilah barangkali yang membuat animo publik tak kurang hebatnya di tiap kota yang disinggahi. Liga ini memainkan konsep kualifikasi perwilayah. Saat ini, 25 kota menjadi pilihan untuk melangsungkan perhelatan, mulai dari Banda Aceh sampai Jayapura.

Riau sendiri terhitung salah satu provinsi yang paling awal disinggahi DBL. Bekerjasama dengan Riau Pos dan Honda Capella, DBL Riau Series diluncurkan pada tahun 2008. Memasuki tahun kesembilan pelaksanannya, Riau Series kini telah menjadi ajang tahunan yang ditunggu-tunggu dengan antusias oleh publik Kota Bertuah.

"Kami merasa terhormat karena diberkan kesempatan mendukung acara DBL ini. Kenapa tidak? Ini salah satu event yang luar biasa dan antusiasmenya wow sekali, jadi kami harap kerja sama ini akan berlangsung sampai tahun-tahun berikutnya. Ya, selama pihak DBL mengizinkan," ujar Sie Ceng, Regional Head PT Capella Dinamic Nusantara, salah satu sponsor utama DBL.

Di sebelahnya, perwakilan Riau Pos mengangguk takzim. Perwakilan DBL juga tampak tersenyum sumringah.
Otot kembali diregangkan, jantung kembali ditenangkan. Setelah serangkaian acara yang meriah, kini giliran untuk partai pembuka Riau Series 2016.

Satu demi satu pemain berkostum abu-abu dan pink tadi memasuki lapangan, dipimpin kapten Zachri Ofaldi. Masuk dari pintu sebelah timur Gelanggang, mereka berlari-lari ringan mengelilingi lapangan bercat hijau bersih sebelum berbaris. Di sana, para ofisial dan pelatih sudah menunggu.

Mereka adalah tim basket MAN 2 Model Pekanbaru. Berjuluk Assaniyah, diambil dari terjemahan bahasa Arab nama sekolah itu. Artinya, yang kedua. Mengapa bahasa Arab? Tentunya karena mereka adalah MAN -- Madrasah Aliyah Negeri -- institusi pendidikan menengah atas yang menekankan Islam dalam kurikulumnya.

MAN 2 Model bisa dibilang punya sejarah yang cukup panjang di Riau Series. Mereka adalah finalis edisi perdana 2008, namun gagal merebut juara setelah ditundukkan SMA Santa Maria. Pelatih Zikri adalah bagian dari tim finalis ini, yang pencapaiannya sampai sekarang masih belum dapat disaingi generasi pebasket MAN 2 manapun. Toni Sugiharto, punggawa Hangtuah Sumsel IM di National Basketball League (NBL), adalah rekan setimnya.

Tahun lalu, tim MAN 2 yang diasuh Zikri berhasil mencapai semifinal setelah menundukkan saingan berat sesama madrasah, MAN 2 Pekanbaru. Pertandingan antar madrasah ini berlangsung panas; tensinya meluber sampai ke luar Gelanggang. Namun, di partai empat besar mereka harus mengakui kegagahan SMA Negeri 1 Pekanbaru, yang pada akhirnya menjadi kampiun di partai puncak.

M2M -- akronim akrab mereka -- justru lebih sukses dalam hal sorak-menyorak di tribun. Tahun lalu, kelompok suporter M2Mania merebut predikat juara suporter setelah penampilan heboh mereka (termasuk mendandani pocong yang ikut berjoget di tribun) menggetarkan seisi Gelanggang.

Namun, itu masa lalu. Beberapa pemain senior yang ikut membawa Assaniyah sampai ke semifinal tahun lalu telah lulus dan meninggalkan sekolah. Tempat mereka digantikan oleh para junior; hal lazim dalam sebuah tim olahraga yang terus berganti generasi.

Reputasi lawan mereka jauh lebih mentereng. SMA Islam As-Shofa adalah salah satu kekuatan basket yang paling ditakuti di Pekanbaru. Sama seperti M2M, mereka belum pernah menjuarai Riau Series. Namun, mereka lolos ke partai final satu kali lebih banyak; mereka sampai ke final dua kali berturut-turut pada 2014 dan 2015. Menurut beberapa pengamat, mereka berpeluang besar tampil sebagai juara tahun ini.

"Langsung partai final," ujar kapten Zachri saat mendiskusikan drawing yang berat itu.

Namun, juniornya menanggapi dengan nada yang lebih optimis. "Senang, lawan mantan sekolah dulu," ujar Irfan yang memang pernah mengecap pendidikan di As-Shofa. "Pengen buktiin ke As-Shofa kalau MAN 2 bisa mengalahkan As-Shofa.

Ada yang tidak biasa di upacara pembukaan Riau Series 2016, Kamis sore itu. Ada sesuatu yang mengganjal benak ratusan penonton yang memenuhi Gelanggang: di mana pendukung MAN 2 Model yang terkenal heboh itu?

Jawaban singkatnya: tak ada. Di koran Riau Pos edisi hari itu, Kepala Sekolah MAN 2 Model Ibu Norerlinda MPd menegaskan bahwa tak ada suporter yang akan dikirim ke Gelanggang. "Kami memberi tantangan kepada tim basket. Kalau mereka bisa melaju hingga semifinal, kami akan kerahkan suporter sebanyak-banyaknya. Kalau di awal-awal laga kami belum bisa mengerahkan suporter karena proses belajar-mengajar tetap berjalan seperti biasa."

Sebenarnya ini bukan sesuatu yang mengejutkan. M2M begitu membanggakan kualitas mutu akademisnya, dan para siswa dan siswi diharapkan untuk mempertahankan hal tersebut. Namun, dalam olahraga faktor psikologis sedikit sebanyak memainkan peran yang penting dalam memainkan kesuksesan sebuah tim. Lihat saja animo As-Shofa yang mengerahkan semua siswa dan guru untuk memenuhi tribun-tribun. Saya kira tak kurang dari 200 orang pendukung As-Shofa hadir memberi dukungan moral bagi timnya pada Kamis sore itu.

"Sebenarnya suporter sangat dibutuhkan untuk pertandingan opening," ujar Irfan, si center. "Karena mental pemain diuji pada saat pertandingan tersebut."

Bermain di hadapan pendukung setia yang siap bersorak tiap Anda merebut bola dan berbahagia ketika Anda menyarangkan bola tentu saja amat berbeda rasanya dengan tanpa penonton; terutama jika lawan Anda didukung penuh oleh para pendukungnya.

Pada akhirnya, kebijakan untuk mengirim suporter atau tidak memang terpulang pada budi bicara sekolah masing-masing. Pertandingan sendiri tentu takkan terpengaruh; atau jika seperti mengutip lanjutan ucapan Irfan: "pemain yang akan bermain, bukan suporter."

Pertandingan sebenarnya dimulai jauh melampaui jadwal yang ditetapkan. Sedianya, laga harus sudah mulai pukul 14.00 WIB; namun, jam karet memang berlaku di mana-mana, termasuk lapangan basket.

Tim pelatih M2M semuanya berjumlah lima orang: dua pelatih dan tiga ofisial. Para ofisial itu adalah Faulina Riska, Tengku Afrizarrahman, dan Erni Ananda. Ketiganya mengajar di M2M. Pelatih dan ofisial pria mengenakan jas hitam, celana kain, dan sepatu fantofel hitam; yang wanita memakai blazer hitam, rok, juga sepatu hitam. DBL punya peraturan ketat yang mengatur masalah pakaian ini.

Bertugas sebagai ofisial adalah Faulina Riska. Miss Ika -- panggilan akrabnya -- telah menjadi manajer Assaniyah sejak edisi 2013. "Ya mengawasi tim saat latihan dan bertanding, mengatur perizinan saat kompetisi," ujar beliau saat diminta menjelaskan perannya. Hampir-hampir mirip mungkin dengan perang seorang general manager tim NBA.

Pertandingan dimulai. Irfan dipercaya menjadi perebut bola, bersanding dengan pemain As-Shofa. Lima yang dipercaya menjaid pembuka adalah sang kapten Zachri, Irfan, Fauzan Alvandra, Romi, dan Indra Tebi. Hanya Zachri dan Romi yang terhitung senior karena sudah duduk di kelas XI; tiga sisanya adalah siswa kelas X dan baru pertama kali merasakan atmosfer DBL.

Satu per satu mereka memasuki lapangan, menyalami pemain lawan yang sudah masuk terlebih dahulu -- M2M berstatus sebagai tim tamu --, meregangkan otot sedikit lagi, lalu berdoa sejenak. Wasit meniup peluit, tanda dimulainya pertandingan.

Namun, dari detik pertama itulah tiap tim tiba untuk menyambut takdirnya masing-masing.

Di quarter pertama, pertandingan sebenarnya berjalan seimbang. Kedua tim bisa dibilang masih belum panas dan berusaha untuk mencari ritme pertandingan. Tapi, As-Shofa menemukan ritme jauh lebih cepat dibanding M2M.

Mengandalkan permainan cepat dan berenergi, As-Shofa sukses mencuri poin perdana. Liukan pemain-pemain mereka -- empat daripadanya merupakan veteran tahun lalu -- berhasil menembus jantung pertahanan M2M yang tampak sedikit tak teratur. Dua poin untuk As-Shofa. Quarter pertama berakhir dengan keunggulan 5-2 buat tuan rumah. Pada titik ini, tampaknya Assaniyah masih bisa berpeluang mengejar ketertinggalan.

Rupanya tidak. Permainan As-Shofa benar-benar menunjukkan kualitas sebuah tim yang pantas lolos ke final selama dua tahun berturut-turut. Hadangan mereka bertenaga, umpan mereka tajam, dan pergerakan mereka mematikan. Empat menit quarter kedua berjalan, mereka sudah melebarkan jurang menjadi 9-2. Assaniyah tampak berjuang mati-matian untuk mengimbangi tempo cepat sang lawan. Pemain pengganti Bagas Agung Laksono berhasil mencuri perhatian seisi Gelanggang dengan satu tembakan bertenaga senilai tiga poin. Namun, sang lawan pun tak kurang bertenaganya. Quarter kedua berakhir 14-7.

Beberapa kali time out dan pergantian pemain tampaknya tak terlalu membantu. Tiga menit tersisa di quarter keempat, M2M masih tertinggal sembilan angka. Saat wasit meniup peluit terakhir tanda selesainya pertandingan, papan skor elektronik di tribun menampilkannya dengan sangat jelas: As-Shofa 28, MAN 2 Model 15.

Bagaimana tim ini, yang digadang-gadang untuk melampaui kejayaan para seniornya setahun silam, mendamaikan diri dengan kekalahan?

"Motivasi yang diberikan oleh abang-abang kelas membangkitkan kami dari kekalahan tersebut," aku Irfan. Ia mengakui bahwa masih banyak yang harus ia pelajari, dan bahkan tak merasa performa individunya memuaskan. "(Kami) terlalu terburu-buru, sehingga pola yang seharusnya dipakai tidak jalan." Ia juga memuji permainan sang lawan, yang notabene pihak yang ingin ia kalahkan secara emosional. "As-Shofa permainannya padu, mental mereka juga kuat."

"Manajer tim, Miss Ika, punya pandangan yang agak sedikit berbeda. "(Mereka) sudah bagus. Cuma kaget saja ketika main pertama karena dapat lawan berat. Jadi agak grogi, jadi kurang menampilkan kehebatan mereka yang sebelumnya."

"Kami tetap punya daya juang. Kami akan berjuang habis-habisan," tegas Irfan.

Jadi, apa target Assaniyah selanjutnya?

"Target tahun depan, MAN 2 juara DBL Riau Series 2017!"

Ini kali pertama saya mencoba menulis feature. Naskah ini saya tulis dalam rangka mengikuti kompetisi jurnalis DBL Riau Series 2016 beberapa waktu silam. Versi yang lebih kurang sama juga tayang di situs mereka; versi lebih pendek akan muncul di Majalah AKSI edisi ke-31.