18 January 2013

Stiker gubernur dan kampanye ilegal

Pagi itu, angin Subuh masih mengalun di lokasi sekolah baru Al-Fityah. Ya, kami sudah pindah dari gedung lama yang tinggi, berjenjang, ramai dan berbagi dengan bocah-bocah SD, ke sebuah tempat baru yang tenang, di ujung Jalan Simpang Karya Baru, terpencil, hampir masuk hutan, syahdu, rimbun, sekaligus berdebu.

Saya datang jam 6.45 ke lokasi itu. Belum ada orang yang datang. Gerbang seng baru dibuka para penjaga yang merangkap pekerja bangunan di sana. Pintu kelas yang berderit baru dibuka para penjaga itu. Angin Subuh masih berdesir. Saya masuk ke kelas.

Ada stiker bakal calon gubernur Riau tertempel di kaca lemari buku kami. Saya kenal dia, Jon Erizal. Posternya terpampang besar di Simpang Panam. Dia calon gubernur muda yang energik, hampir mirip Jokowi versi lebih berisi dan tanpa baju kotak-kotak. Dia didukung oleh beberapa partai, termasuk PKS.

Saya tahu reputasinya. Ustad Asbi pernah bercerita, dalam usia 30-an tahun, tahun 1996, saat Soeharto masih memerintah negeri ini, dia telah menjadi seorang manajer di sebuah perusahaan multinasional. Gajinya 400 juta. Dia adalah Mark Zuckerberg versi Orde Baru. Dia kaya raya. Dan murah hati, konon katanya. Sekarang dia maju sebagai calon gubernur Riau.

Saya tak berinisiatif mencabut stikernya. Mungkin seseorang yang jadi simpatisan Jon Erizal menempelkannya di lemari kami. Entah kapan, saya tidak tahu. Mungkin beberapa pendukungnya berkumpul di kelas ini kemarin malam. Sebaiknya tak usah dicabut, panjang urusannya nanti. Demikian pikiran saya.

Lalu saya ambil Quran, mencoba menghafal Surah An-Naba. Lima belas menit. Ustad Mukhlis masuk ke kelas. Deru motornya tak mengejutkan siapapun. Memang lumrah.

Setengah jam. Ustad Mukhlis duduk di depan kelas, menelaah Quran-nya. Tak ada respon soal stiker Jon Erizal itu. Pun tidak dari para penghuni kelas Al-Razi. Akhirnya kami lanjut belajar Matematika. Pun tak ada respon dari Ustad Asbi.

Namun, jam 9, saat kami istirahat, tampaknya Ustad Mukhlis cukup terganggu soal stiker itu. Di depan semua orang, ia menghampiri kaca lemari dan mencabutnya dengan satu kalimat:

"Ini sekolah, bukan tempat kampanye!"

Saya menyaksikannya. Dan semua orang. Saya terkesan. Beliau menjunjung profesionalisme ketimbang kampanye partai. (Jon Erizal jelas-jelas didukung PKS).

06 January 2013

Puisi soal besok

besok.
besok hari Senin.
besok hari Senin kami sekolah.
besok hari Senin kami sekolah lagi.
besok hari Senin kami sekolah lagi di gedung baru.
besok hari Senin kami sekolah lagi di gedung baru di Jalan Swakarya.
besok hari Senin kami sekolah lagi di gedung baru di Jalan Swakarya pakai baju.
besok hari Senin kami sekolah lagi di gedung baru di Jalan Swakarya pakai baju olahraga.
besok hari Senin kami sekolah lagi di gedung baru di Jalan Swakarya pakai baju olahraga bawa tas.
besok hari Senin kami sekolah lagi di gedung baru di Jalan Swakarya pakai baju olahraga bawa tas bawa buku.
besok hari Senin kami sekolah lagi di gedung baru di Jalan Swakarya pakai baju olahraga bawa tas bawa buku tembus jalan.
besok hari Senin kami sekolah lagi di gedung baru di Jalan Swakarya pakai baju olahraga bawa tas bawa buku tembus jalan becek berlubang.
semoga saja tidak hujan.